Cinta memang selalu menarik untuk dibicarakan. Seolah tak lekang oleh pergantian zaman, cinta senantiasa menjadi lakon utama setiap generasi. Kita sudah tak asing lagi dengan kisah romantisnya Romeo – Juliet, Sam Pek – Eng Tai, Laila – Majnun, Mimi lan Mintuno, dan juga Syeih Jehan dengan Mum Taj Mahal yang monumen ‘cintanya’ masih ada sampai sekarang. Begitulah, karena cinta merupakan sebuah anugrah yang sangat agung dari Allah SWT. Maka kita harus mengelola cinta itu sesuai dengan apa yang dikehendaki-Nya.
Masa remaja adalah masa yang palin indah, itu kata orang. Masa seseorang mencari jati dirinya dan masa mulai tumbuhnya tunas-tunas cinta. Oleh karena itu usia remaja adalah usia paling rentan dan labil. Rentan terhadap kenakalan remaja, pergaulan bebas, pornografi, pelecehan seksual dan sebagainya. Dekati, jangan dipelototi, rangkul, jangan dipukul, awasi, dan jangan dihakimki. Begitu penulis memberikan saran.
Remaja dan cinta, seakan sudah menjadi ikon yang tak terpisahkan. Istilah yang populer kita dengar adalah cinta monyet. Cinta sesama monyet? Tentu saja bukan. Dan sebagaimana yang disebutkan, remaja mengenal cinta itu biasa. Yang aneh alias tidak biasa adalah kalau remaja pintar mengelola cinta. Mereka mengira cinta kepada lawan jenis itu adalah cinta sejati. Hingga tak jarang ada yang rela melakukan apapun demi si dia. Termasuk menyerahkan mahkota paling berharga miliknya.
Penulis, yang sudah memplokamirkan diri sebagai penulis khas remaja, terlihat piawai dalam memberikan ulasan dan nasihat di dalam bukunya. Tak terlihat menggurui, malah terkesan merangkul dan memaklumi permasalahan yang biasa dihadapi remaja. Kekhasan lainnya juga tampak pada permainan ilustrasi yang agak gaul, alias ‘remaja banget’. Dan seperti buku-buku penulis sebelumnya, kisah-kisah nukilan dari internet juga masih menghiasi dibukunya kali ini.
Karena cinta memang harus memilih bukan?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar